You wake up every morning just to drag yourself to bathe.
You know you want to rest, but the street is going unrest.
You saw your children, they're wishing you'd stay and play, but you know you ought to be tough...
Scratching this earth for money, for those who have not will surely lost in the journey, and you don't want your family to be like that
I know it's hard, but hold on, nobody is saying that you're not trying.
Be bold, be strong, be a super hero for everyone.
Deep inside you thought you're not giving enough, but you are, oh you are...
If you ever thought that you meant nothing then you're wrong.
There is always someone who would love you and accept you no matter how broken you are...
I know life is not easy,
But never think to give up.
Take a deep breath and smile, look up to the sky and remember;
Someone up there love you very very much,
And that you are meant to be understood and appreciated. Not just taken for granted...
To all mothers, fathers, workers, and struggling souls out there... May the Lord gives you courage to always have fun when you can't even see the joke :)
wrote this in my FB Note on Sunday, June 21, 2009 at 11:08pm
Showing posts with label life. Show all posts
Showing posts with label life. Show all posts
Saturday, October 29, 2011
Sunday, June 05, 2011
Sesak
Semakin lama nafas semakin pendek.
Sesak.
Kalaupun tahu cara bernafas, semakin tak tak tahu bagaimana melakukannya di saat sesak datang berkunjung.
Terkadang otak memerintahkan seluruh anggota tubuh untuk menghisap oksigen
Jangan lupa melakukannya
Entah kenapa tubuh seakan enggan melakukannya.
Bisa jadi karena dia merasa sangat amat letih dengan semuanya.
Dengan kewajiban, dengan kehidupan, dengan pertanyaan, dengan semua tuntutan.
Ada kalanya di saat sakit menyerang, terpikir sebuah kata "menyerah".
Menutup mata dan tidak membukanya kembali.
Apakah itu yang dinamakan kedamaian?
Lalu akankah kutemukan Tuhan?
Bahagiakah Dia menjumpaiku dalam keadaan penuh letih dan mungkin juga kecewa?
Adzan subuh barusan terdengar. Timing yang tepat sekali...
Apakah lara bisa berganti bahagia dalam sekejap?
Wahai hati yang gampang membolak-balikkan diri, bersabarlah pada tempatmu.
Bertahanlah dengan aku yang lemah ini.
Sesak.
Kalaupun tahu cara bernafas, semakin tak tak tahu bagaimana melakukannya di saat sesak datang berkunjung.
Terkadang otak memerintahkan seluruh anggota tubuh untuk menghisap oksigen
Jangan lupa melakukannya
Entah kenapa tubuh seakan enggan melakukannya.
Bisa jadi karena dia merasa sangat amat letih dengan semuanya.
Dengan kewajiban, dengan kehidupan, dengan pertanyaan, dengan semua tuntutan.
Ada kalanya di saat sakit menyerang, terpikir sebuah kata "menyerah".
Menutup mata dan tidak membukanya kembali.
Apakah itu yang dinamakan kedamaian?
Lalu akankah kutemukan Tuhan?
Bahagiakah Dia menjumpaiku dalam keadaan penuh letih dan mungkin juga kecewa?
Adzan subuh barusan terdengar. Timing yang tepat sekali...
Apakah lara bisa berganti bahagia dalam sekejap?
Wahai hati yang gampang membolak-balikkan diri, bersabarlah pada tempatmu.
Bertahanlah dengan aku yang lemah ini.
Tuesday, May 24, 2011
Telor Ceplok yang Membuat Menangis
April 26, 2009 (posted in my FB Notes)
Reading this, brings back all my feelings those days.
========
Beberapa waktu lalu, saya mengalami sedikit guncangan dalam hidup.
Berusaha menyembuhkan diri sendiri, saya menyepi ke Bandung.
Kelaparan, kesepian, sedih, saya tahu satu tempat yang saya tuju: rumah sahabat.
Rumah sahabat saya tidak besar dan mewah. Tapi rumah itu benar2 terasa seperti tempat untuk pulang yang nyaman.. Mainan berserakan, ada runtuhan rambut hihi, terlihat yang punya agak keteteran :)
Tapi sahabat saya yang tahu betul saya tak suka dipeluk kalau lagi sedih benar-benar mengerti saya tanpa perlu didikte.
Dia duduk, dan berceloteh kian kemari. Kadang saya menggerundel dan dia akan menanggapi, entah nyambung atau nggak kami gak peduli.
Perut saya pedih, belum makan seharian.
"Gue belum makan,".
Dia menjawab, "Hari ini gue gak masaak. Tapi ada nasi sih.. Lo mau telor ceplok?".
"Yes, please..."
Cukup heboh juga dia berkutat di dapur, tak lama sepiring nasi hangat, telor ceplok dan kecap terhidang di muka saya..
Saya makan dengan sangat lahap.
Teringat di lidah rasa makanan itu, enaak sekali.
Tak terasa air mata menggenang di sudut mata.
Saya makan sambil menahan tangis.
Bukan, bukan karena makanannya terlalu sederhana.
Tapi karena saya merasakan sendiri karunia Tuhan yang sangat indah; orang, tak berhubungan darah, yang mau menyediakan tempat berteduh bagi saya di kala saya susah, tanpa mengharapkan imbalan apa-apa...
Saya bisa menginap di hotel.
Bisa makan steak kalau mau.
Bisa clubbing cari teman kalau butuh.
Tapi saya tahu saya tidak butuh itu semua. Saya punya seorang sahabat yang menerima saya apa adanya.
And it goes right back at you, dear!
I might not say it loud enough, but those moments are well-kept in my heart :*
Thank you, for being there, always.
Reading this, brings back all my feelings those days.
========
Beberapa waktu lalu, saya mengalami sedikit guncangan dalam hidup.
Berusaha menyembuhkan diri sendiri, saya menyepi ke Bandung.
Kelaparan, kesepian, sedih, saya tahu satu tempat yang saya tuju: rumah sahabat.
Rumah sahabat saya tidak besar dan mewah. Tapi rumah itu benar2 terasa seperti tempat untuk pulang yang nyaman.. Mainan berserakan, ada runtuhan rambut hihi, terlihat yang punya agak keteteran :)
Tapi sahabat saya yang tahu betul saya tak suka dipeluk kalau lagi sedih benar-benar mengerti saya tanpa perlu didikte.
Dia duduk, dan berceloteh kian kemari. Kadang saya menggerundel dan dia akan menanggapi, entah nyambung atau nggak kami gak peduli.
Perut saya pedih, belum makan seharian.
"Gue belum makan,".
Dia menjawab, "Hari ini gue gak masaak. Tapi ada nasi sih.. Lo mau telor ceplok?".
"Yes, please..."
Cukup heboh juga dia berkutat di dapur, tak lama sepiring nasi hangat, telor ceplok dan kecap terhidang di muka saya..
Saya makan dengan sangat lahap.
Teringat di lidah rasa makanan itu, enaak sekali.
Tak terasa air mata menggenang di sudut mata.
Saya makan sambil menahan tangis.
Bukan, bukan karena makanannya terlalu sederhana.
Tapi karena saya merasakan sendiri karunia Tuhan yang sangat indah; orang, tak berhubungan darah, yang mau menyediakan tempat berteduh bagi saya di kala saya susah, tanpa mengharapkan imbalan apa-apa...
Saya bisa menginap di hotel.
Bisa makan steak kalau mau.
Bisa clubbing cari teman kalau butuh.
Tapi saya tahu saya tidak butuh itu semua. Saya punya seorang sahabat yang menerima saya apa adanya.
And it goes right back at you, dear!
I might not say it loud enough, but those moments are well-kept in my heart :*
Thank you, for being there, always.
Alienated
You are what you consumed
by your eyes, by your ears, by your mouth
You are what you produce
by your hands, by your feet, by your mouth, by your heart
pic by istockphoto.com
Wednesday, May 18, 2011
I Don't Believe in Happily Ever After
Ada apa dengan cerita anak-anak, yang hobi mengakhiri film dengan quote "And they live happily ever after"?
Mungkin karena itu orang-orang tidak pernah puas dengan keadaan, dan ambisius mengejar "happy ever after" yang di film-film biasanya dimodali dengan uang, harta, kecantikan, kegantengan, kedudukan, dan semua kelebihan lain yang tak gampang dimiliki orang yang "biasa-biasa" saja.
I've been married for almost 7 years now. Frankly, the pictures weren't always pretty. Sometimes, I want to catapult him to the cave era. Because most of the time, he doesn't listen. Turns out, most of guys are like that. Meh.
Pernikahan -dan hidup, bukanlah sebuah perjalanan yang bisa kita buat jadwal dengan seksama lengkap dengan skenarionya :) Saya pernah melakukan itu. Dan gagal total.
Saat kamu merencanakan berbelok ke kanan, Hidup malah melemparkanmu ke kiri.
Dan kamu bisa gila kalau memaksakan Hidup untuk mengikutimu.
Ya, kamu bisa berusaha, tapi pada ujungnya, kamu harus tahu diri bahwa hidupmu bukanlah milikmu.
Ada Yang Maha yang merupakan Sutradara terhebat :)
Intinya saya cuma mau bilang;
Jangan berharap terlalu banyak pada hal-hal yang menurut orang hebat, dan bisa memberikan kebahagiaan tiada tara. Suami ganteng nan kaya? Siap-siap si dia dikerubungi wanita, atau malah terjebak dengan bisnisnya sehingga tak punya waktu dengan kamu.
Jabatan tinggi di suatu perusahaan? Great, tapi jangan heran kalau kamu tidak punya waktu lagi untuk main Twitter, hang out dengan teman-teman, atau ngenesnya tidak bisa nganter anak yang batuk ke dokter.
Happiness comes with a price. And I guarantee it doesn't last. Because when there is up, there must be down. When there is happiness, there will surely be sadness.
Wise people know what they shouldn't be too happy or too sad about anything.
It doesn't last. So just look above you, and smile :)
Our life is an art of balancing ups and downs. Try to be fully aware that it's all just a game, don't take it too seriously, hehe...
I don't believe in happily ever after. There is no challenge in that, right? ;)
Good nite, all.
Love you. *hug*
Mungkin karena itu orang-orang tidak pernah puas dengan keadaan, dan ambisius mengejar "happy ever after" yang di film-film biasanya dimodali dengan uang, harta, kecantikan, kegantengan, kedudukan, dan semua kelebihan lain yang tak gampang dimiliki orang yang "biasa-biasa" saja.
I've been married for almost 7 years now. Frankly, the pictures weren't always pretty. Sometimes, I want to catapult him to the cave era. Because most of the time, he doesn't listen. Turns out, most of guys are like that. Meh.
Pernikahan -dan hidup, bukanlah sebuah perjalanan yang bisa kita buat jadwal dengan seksama lengkap dengan skenarionya :) Saya pernah melakukan itu. Dan gagal total.
Saat kamu merencanakan berbelok ke kanan, Hidup malah melemparkanmu ke kiri.
Dan kamu bisa gila kalau memaksakan Hidup untuk mengikutimu.
Ya, kamu bisa berusaha, tapi pada ujungnya, kamu harus tahu diri bahwa hidupmu bukanlah milikmu.
Ada Yang Maha yang merupakan Sutradara terhebat :)
Intinya saya cuma mau bilang;
Jangan berharap terlalu banyak pada hal-hal yang menurut orang hebat, dan bisa memberikan kebahagiaan tiada tara. Suami ganteng nan kaya? Siap-siap si dia dikerubungi wanita, atau malah terjebak dengan bisnisnya sehingga tak punya waktu dengan kamu.
Jabatan tinggi di suatu perusahaan? Great, tapi jangan heran kalau kamu tidak punya waktu lagi untuk main Twitter, hang out dengan teman-teman, atau ngenesnya tidak bisa nganter anak yang batuk ke dokter.
Happiness comes with a price. And I guarantee it doesn't last. Because when there is up, there must be down. When there is happiness, there will surely be sadness.
Wise people know what they shouldn't be too happy or too sad about anything.
It doesn't last. So just look above you, and smile :)
Our life is an art of balancing ups and downs. Try to be fully aware that it's all just a game, don't take it too seriously, hehe...
I don't believe in happily ever after. There is no challenge in that, right? ;)
Good nite, all.
Love you. *hug*
Sunday, January 03, 2010
Pilih Sendiri Agamamu, Jangan Nunut Emakmu Saja!
Siapa sih anda yang mempertanyakan Al Quran?
Mengaku Islam, tapi menghina ayat.
"Islam itu rasis. Membenci golongan tertentu! Masak katanya mereka akan jadi monyet?"
Ya sulit kalau diskusi pakai kaca mata kuda.
Tuh baca dulu ratusan bahkan ribuan kitab dan tafsir, mulai dari mereka yang mengupas Al Quran dari segi historis, makna per kata, hingga kemurnian ayat lewat penyelidikan detail tentang masa ayat turun, siapa yang menulisnya dan tafsir apa saja yang tersedia.
Tidak semua orang diberikan kemampuan memaknai kitab suci itu dengan baik, sebab untuk belajar kita harus punya dasar.
Dasar yang kuat, akan menghasilkan pengetahuan yang tidak seperti wajan dapur!
Cetek dan hitam.
Bila nabi Ibrahim menolak menyembelih anaknya, maka masihkah kita punya makna Qurban?
Bila nabi Nuh menganggap dirinya kemasukan saat disuruh membangun kapal, maka masihkah ia dan kaumnya dapat menyelamatkan diri.
Banyak hal yang menurut otak manusia tidak masuk akal, namun ada penjelasan logis begitu Allah SWT menyingkap rahasianya. Saya belum cerita tentang Nabi Khaidir lho ya, nabi yang katanya paling cerdas di dunia ini.
Tapi apakah semua peristiwa di dunia ini harus Allah diktekan dan terangkan satu per satu ke kamu??
Makanya, Iman dan Percaya.
Cukup itu saja!
Kalau kamu tidak percaya dengan Rukun Iman dan Rukun Islam,
ya jangan masuk Islam.
Simpel toh?
Allah nggak rugi kok kalau nggak kamu atau saya sembah.
Makanya, jadi orang berani sedikit.
Pilih agama jangan asal ikut mayoritas aja, apalagi karena takut orang tua :p
Jawaban saya atas semua ayat yang menurut kamu tidak adil, terkesan bias (kitab suci saya ini universal dan tak lekang waktu, tapi bisa menjawab masalah apapun. Penjelasan akan kebiasannya itu dimaknai dengan kelenturan penggunaannya) adalah:
hati saya kompas saya.
Apa yang menurut saya tidak jelas, saya cari tafsir berbagai kitab, diskusi dengan alim ulama, google di internet, atau jalur cepat, tahajjud dan mendapatkan penjelasannya.
Seperti ketika saya memaknai poligami atau posisi perempuan yang terkesan sungguh rendah di Islam.
Saya sempat bertanya, dan alhamdulillah mendapatkan jawabnya...
Pada saat saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan saya, maka kalimat inilah yang saya maknai,
"Saya dengar dan patuh. Saya masuk Islam dengan kaffah. Apa kataMu, itu yang saya percaya. Tak pantas seorang hamba mempertanyakan Tuhannya. Lalu bedanya apa saya dan Iblis yang sombong, yang tak mau bersujud pada Adam."
Akui saja. Kamu tidak sehebat itu.
Allah SWT yang Maha Mulia tak perlu pengakuanmu untuk jadi Tuhan!
Mengaku Islam, tapi menghina ayat.
"Islam itu rasis. Membenci golongan tertentu! Masak katanya mereka akan jadi monyet?"
Ya sulit kalau diskusi pakai kaca mata kuda.
Tuh baca dulu ratusan bahkan ribuan kitab dan tafsir, mulai dari mereka yang mengupas Al Quran dari segi historis, makna per kata, hingga kemurnian ayat lewat penyelidikan detail tentang masa ayat turun, siapa yang menulisnya dan tafsir apa saja yang tersedia.
Tidak semua orang diberikan kemampuan memaknai kitab suci itu dengan baik, sebab untuk belajar kita harus punya dasar.
Dasar yang kuat, akan menghasilkan pengetahuan yang tidak seperti wajan dapur!
Cetek dan hitam.
Bila nabi Ibrahim menolak menyembelih anaknya, maka masihkah kita punya makna Qurban?
Bila nabi Nuh menganggap dirinya kemasukan saat disuruh membangun kapal, maka masihkah ia dan kaumnya dapat menyelamatkan diri.
Banyak hal yang menurut otak manusia tidak masuk akal, namun ada penjelasan logis begitu Allah SWT menyingkap rahasianya. Saya belum cerita tentang Nabi Khaidir lho ya, nabi yang katanya paling cerdas di dunia ini.
Tapi apakah semua peristiwa di dunia ini harus Allah diktekan dan terangkan satu per satu ke kamu??
Makanya, Iman dan Percaya.
Cukup itu saja!
Kalau kamu tidak percaya dengan Rukun Iman dan Rukun Islam,
ya jangan masuk Islam.
Simpel toh?
Allah nggak rugi kok kalau nggak kamu atau saya sembah.
Makanya, jadi orang berani sedikit.
Pilih agama jangan asal ikut mayoritas aja, apalagi karena takut orang tua :p
Jawaban saya atas semua ayat yang menurut kamu tidak adil, terkesan bias (kitab suci saya ini universal dan tak lekang waktu, tapi bisa menjawab masalah apapun. Penjelasan akan kebiasannya itu dimaknai dengan kelenturan penggunaannya) adalah:
hati saya kompas saya.
Apa yang menurut saya tidak jelas, saya cari tafsir berbagai kitab, diskusi dengan alim ulama, google di internet, atau jalur cepat, tahajjud dan mendapatkan penjelasannya.
Seperti ketika saya memaknai poligami atau posisi perempuan yang terkesan sungguh rendah di Islam.
Saya sempat bertanya, dan alhamdulillah mendapatkan jawabnya...
Pada saat saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan saya, maka kalimat inilah yang saya maknai,
"Saya dengar dan patuh. Saya masuk Islam dengan kaffah. Apa kataMu, itu yang saya percaya. Tak pantas seorang hamba mempertanyakan Tuhannya. Lalu bedanya apa saya dan Iblis yang sombong, yang tak mau bersujud pada Adam."
Akui saja. Kamu tidak sehebat itu.
Allah SWT yang Maha Mulia tak perlu pengakuanmu untuk jadi Tuhan!
What I Love about being 30something
I use to think that 30 is old.
Very old.
I could not imagine how I'd be in 30s.
But the truth is, I never care about my age. I didn't even count.
Few years ago, a new friend asked me about my age and I answered 23. Turned out I was 28. Never count. Don't care.
But as I realize it, 30 is not bad at all.
I'm 32 y.o. now.
And I think I'm beginning to understand myself.
It's funny how you learn quickly about other things and other people,
but never really care enough to think about yourself.
To really get to know yourself.
If I could describe myself in my previous journey, I would say 1 word: angry.
I was angry with the world. Angry with myself.
I could not accept myself and definitely could not love myself.
I questioned things too much.
I reasoned things too much.
I was mad, sad, and lonely.
There are things I could not figure out, while my greatest point was figuring things out.
I have always wanted to be a detective :)
I'm good at analyzing things and finding the right conclusion.
As I grew older, I learn to let go.
The anger.
The sadness.
I broke my boundaries.
I had sex.
I fell in love.
I broke my heart.
I run away from home.
I forgave people.
I forgave my parents,
Though I can't say I have forgiven myself :)
It's a hard thing to do.
I love being 32.
Calmer. Smarter. A bit wiser. A bit patient. More feminine. Starting to embrace myself. Closer to my parents and family.
More honest. More open.
I know what I want exactly and I'm not shy of it.
I don't care what people think of me, I just care about being the real me.
I think I'm doing pretty well.
But I'm still learning, still absorbing my life.
I try to smile and laugh more often,
and take this life as a wonderful and adventurous journey.
To walk lighter. To breath deeper.
To be grateful of the present; as in time and a gift :)
I hope before I reach 40, I'll be a woman who has made peace with herself.
:)
A woman who can love herself completely and forgive herself for the way she is and is not.
Very old.
I could not imagine how I'd be in 30s.
But the truth is, I never care about my age. I didn't even count.
Few years ago, a new friend asked me about my age and I answered 23. Turned out I was 28. Never count. Don't care.
But as I realize it, 30 is not bad at all.
I'm 32 y.o. now.
And I think I'm beginning to understand myself.
It's funny how you learn quickly about other things and other people,
but never really care enough to think about yourself.
To really get to know yourself.
If I could describe myself in my previous journey, I would say 1 word: angry.
I was angry with the world. Angry with myself.
I could not accept myself and definitely could not love myself.
I questioned things too much.
I reasoned things too much.
I was mad, sad, and lonely.
There are things I could not figure out, while my greatest point was figuring things out.
I have always wanted to be a detective :)
I'm good at analyzing things and finding the right conclusion.
As I grew older, I learn to let go.
The anger.
The sadness.
I broke my boundaries.
I had sex.
I fell in love.
I broke my heart.
I run away from home.
I forgave people.
I forgave my parents,
Though I can't say I have forgiven myself :)
It's a hard thing to do.
I love being 32.
Calmer. Smarter. A bit wiser. A bit patient. More feminine. Starting to embrace myself. Closer to my parents and family.
More honest. More open.
I know what I want exactly and I'm not shy of it.
I don't care what people think of me, I just care about being the real me.
I think I'm doing pretty well.
But I'm still learning, still absorbing my life.
I try to smile and laugh more often,
and take this life as a wonderful and adventurous journey.
To walk lighter. To breath deeper.
To be grateful of the present; as in time and a gift :)
I hope before I reach 40, I'll be a woman who has made peace with herself.
:)
A woman who can love herself completely and forgive herself for the way she is and is not.
a letter to an unfaithful wife
How long have we been friends?
5 years? Or more?
I tried my best to be your good friend,
I tried not to judge but simply understand.
You told me how he was in your arms, and the next day, you and his wife, your close friend, met at a cafe and acted as if nothing happened.
As if you were not kissing him, or listening to his song about how incapable and boring his wife was...
As if you were not recalling his scent and how warm he was when the night was cold...
I did not judge, I simply listened.
You were sad, lonely, insecure, unloved, and often misunderstood.
You seek for love, care, patience, acceptance, and approval...
You thought your husband has lost it after you gave birth to your son.
So yesterday, you cried...
In my arms, you sobbed and cried...
You cursed the other women who stole your husband's love from you,
and you shouted:
"What did I do to deserve this?"
I tried not judge, yet I smiled.
And you asked me...
"Tell me what's on your mind..."
You knew I couldn't lie
"We get what we give, and that's for sure.
For world is balance, so ask no more.
When we're hurt, don't scream to the sky and ask 'why', instead seek the answer in you heart and stop telling lies..."
You hurt your husband, your kid, his wife, his kids, and himself...
Most of all, you're hurting yourself...
Stealing somebody else's heart is not the key to happiness.
You can not feel completed by taking what is not yours...
I'm sorry, I tried not judge, yet I failed.
But now, I bow myself lower to the universe,
Once again You showed me how life is a circle
And what You promised will always come true...
God, give me strength to be a faithful wife.
For I don't want to suffer what she's feeling right now.
God, give me the wisdom to read all Your signs.
So I can never be lost,
and would always be found...
May love, patience, understanding, approval and acceptance protect you,
from yourself...
Amin.
5 years? Or more?
I tried my best to be your good friend,
I tried not to judge but simply understand.
You told me how he was in your arms, and the next day, you and his wife, your close friend, met at a cafe and acted as if nothing happened.
As if you were not kissing him, or listening to his song about how incapable and boring his wife was...
As if you were not recalling his scent and how warm he was when the night was cold...
I did not judge, I simply listened.
You were sad, lonely, insecure, unloved, and often misunderstood.
You seek for love, care, patience, acceptance, and approval...
You thought your husband has lost it after you gave birth to your son.
So yesterday, you cried...
In my arms, you sobbed and cried...
You cursed the other women who stole your husband's love from you,
and you shouted:
"What did I do to deserve this?"
I tried not judge, yet I smiled.
And you asked me...
"Tell me what's on your mind..."
You knew I couldn't lie
"We get what we give, and that's for sure.
For world is balance, so ask no more.
When we're hurt, don't scream to the sky and ask 'why', instead seek the answer in you heart and stop telling lies..."
You hurt your husband, your kid, his wife, his kids, and himself...
Most of all, you're hurting yourself...
Stealing somebody else's heart is not the key to happiness.
You can not feel completed by taking what is not yours...
I'm sorry, I tried not judge, yet I failed.
But now, I bow myself lower to the universe,
Once again You showed me how life is a circle
And what You promised will always come true...
God, give me strength to be a faithful wife.
For I don't want to suffer what she's feeling right now.
God, give me the wisdom to read all Your signs.
So I can never be lost,
and would always be found...
May love, patience, understanding, approval and acceptance protect you,
from yourself...
Amin.
Kejahatan orang baik
Tau gak kejahatan apa yang sering dilakukan orang baik dan orang alim?
Merasa dirinya lebih baik dari orang lain...
:)
Salahkah bila saya tak ingin jadi orang baik dan alim?
:)
Merasa dirinya lebih baik dari orang lain...
:)
Salahkah bila saya tak ingin jadi orang baik dan alim?
:)
The Dogs will (always) Bark
Mungkin di masa lalu Anda pernah punya pengalaman tidak enak,
diomongin orang, difitnah orang, atau digosipin orang.
Siapa sih yang nggak pernah?
Kesal sekali rasanya di "salah mengerti-i" hehehe...
Pengen ngajak ngobrol dan menjelaskan, begini lho masalahnya..
Saya nggak pernah lho bilangin kamu bodoh, saya cuma bilang, kamu perlu waktu untuk beradaptasi.
Orang yang membisiki kamu bahwa saya bilang kamu bodoh itulah yang bodoh.
Kebodohannya mengakibatkan fitnah yang merusakkan hubungan baik.
Itu cuma salah satu contoh saja.
Kadang niat baik seseorang pada kita atau teman kita malah berakibat fatal.
Kita ngomong A, orang menyimpulkan B, lalu menyampaikan C.
Satu hal penting yang saya pelajari di usia saya yang untungnya tak terlihat dari wajah saya (pedee hahaha);
The Dogs Will Bark, and Pass We Shall...
No matter what you do, there will always be more "dogs".
Yang menyalak seenak udelnya, mengambil kesimpulan sesuka perutnya, dan berkicau tanpa pikir panjang.
Jadi kalau Anda sedang pusing, sebal, benci, marah pada seseorang yang ngegossipin Anda, mencari-cari celah keburukan Anda, ataupun memfitnah Anda.. sudahlah.. santai aja!
Ingat judul notes ini: "The Dogs will Bark, no matter what..."
It's in their blood.
Saat ini saya lagi berusaha untuk stop ikut-ikutan jadi Dog.
Meski ya... harus diakui terkadang saya tak tahan untuk menyalak juga! Sekadar menimpali ;|
Susah gitu lho kalo ngobrol, terus kita nggak ngasih sign of "approval" sama yang "menyalak".
Kesannya "salakannya" kurang seru!
Gampang memang mendzalimi orang lain,
namun tak gampang menghakimi diri sendiri.
Stop Barking!
diomongin orang, difitnah orang, atau digosipin orang.
Siapa sih yang nggak pernah?
Kesal sekali rasanya di "salah mengerti-i" hehehe...
Pengen ngajak ngobrol dan menjelaskan, begini lho masalahnya..
Saya nggak pernah lho bilangin kamu bodoh, saya cuma bilang, kamu perlu waktu untuk beradaptasi.
Orang yang membisiki kamu bahwa saya bilang kamu bodoh itulah yang bodoh.
Kebodohannya mengakibatkan fitnah yang merusakkan hubungan baik.
Itu cuma salah satu contoh saja.
Kadang niat baik seseorang pada kita atau teman kita malah berakibat fatal.
Kita ngomong A, orang menyimpulkan B, lalu menyampaikan C.
Satu hal penting yang saya pelajari di usia saya yang untungnya tak terlihat dari wajah saya (pedee hahaha);
The Dogs Will Bark, and Pass We Shall...
No matter what you do, there will always be more "dogs".
Yang menyalak seenak udelnya, mengambil kesimpulan sesuka perutnya, dan berkicau tanpa pikir panjang.
Jadi kalau Anda sedang pusing, sebal, benci, marah pada seseorang yang ngegossipin Anda, mencari-cari celah keburukan Anda, ataupun memfitnah Anda.. sudahlah.. santai aja!
Ingat judul notes ini: "The Dogs will Bark, no matter what..."
It's in their blood.
Saat ini saya lagi berusaha untuk stop ikut-ikutan jadi Dog.
Meski ya... harus diakui terkadang saya tak tahan untuk menyalak juga! Sekadar menimpali ;|
Susah gitu lho kalo ngobrol, terus kita nggak ngasih sign of "approval" sama yang "menyalak".
Kesannya "salakannya" kurang seru!
Gampang memang mendzalimi orang lain,
namun tak gampang menghakimi diri sendiri.
Stop Barking!
Seandainya...
seandainya saya bisa ingat
bahwa semua ini cumalah permainan...
dan apa yang ada di depan pandangan ini tidaklah nyata
semua yang saya pegang ini tak ada
dan hukum bumi bukanlah hukum alam
bahwa realitas adalah apa yang disangkakan akan kebenaran
seandainya saya bisa ingat semua itu...
saya pasti sangatlah merdeka
:)
bahwa semua ini cumalah permainan...
dan apa yang ada di depan pandangan ini tidaklah nyata
semua yang saya pegang ini tak ada
dan hukum bumi bukanlah hukum alam
bahwa realitas adalah apa yang disangkakan akan kebenaran
seandainya saya bisa ingat semua itu...
saya pasti sangatlah merdeka
:)
Ikhlas
Akhir-akhir ini saya kerap menggerutu.
Mengutuki orang-orang tertentu yang bersikap seperti benalu.
Saya pikir "sebaik-baiknya" saya, tentulah ada batasnya.
Tak bisa saya dimanfaatkan bak sapi perah, apalagi kalau terus-terusan.
Rasa kesal dan marah karena dikecewakan dan disakiti itu kerap membuat saya sedih juga sakit kepala.
Pernah menangis penuh amarah, tapi saat kejadian itu teringat lagi, air mata rasanya sudah kering, yang ada hanya kebekuan.
Letih dengan diri sendiri, malam ini saya memanggil jiwa seseorang.
Dan seperti biasa, saat saya sedang butuh, dia akan datang...
"Ajarkan saya tentang ikhlas..." saya membuka percakapan.
Dia tersenyum.
"Ikhlas itu akumulasi tertinggi dari rasa iman, percaya pada Dia. Bahwa apapun yang dia berikan padamu, cobaan yang membuat senang ataupun sakit, semuanya tak lain tak bukan adalah yang terbaik untukmu... entah kau bisa melihatnya, atau tidak bisa melihatnya :)"
"Kepercayaan membabi buta tanpa logika?" saya mulai tertarik.
"Logika? Jelaskan logika. Akal pikiran manusia yang terbentuk berdasarkan persepsi yang konsisten? Yang direkayasa berdasarkan pengalaman masa lalu, dengan sebuah latar belakang sempit, tanpa pembuktian sebaliknya atau jumlah pembanding yang sepadan?"
Dia meneruskan kembali dengan bersemangat.
"Di dalam dirimu ada kompas.
Ada pula segumpal daging.
Daging yang baik itu, yang pada semua manusia dasarnya baik, sering menolak kompas nurani yang merupakan jalan paling gampang. Entah kenapa, bisa jadi karena kau turunan Adam Hawa yang keras kepala, manusia cenderung memberontak. Bila dibilang api panas, ia cenderung ingin membakar tangannya dulu baru percaya.
Kompas di dalam dirimu itu yang membuatmu mendatangkanku.
Sebab saat ini, kompasmu bilang kau sedang ada di jalur yang salah.
Kau merasa tidak bisa memaknai ikhlas..."
Saya menghela nafas.
"Betul. Tak salah sedikitpun. Saya tahu kita harus mencintai orang seperti saudara sendiri, bahkan sama seperti mencintai diri kita sendiri. Namun saya tak terima harus bekerja keras sementara dia tinggal menuai apa yang saya tabur..."
Dia tertawa kerasss sekali...
"Hahaha... Pohon yang kau makan buahnya itu, yang menanam adalah seorang kakek-kakek yang telah meninggal. Dia tak merasa gundah kau yang memakan buahnya. Kau baru tinggal di sini 10 tahun. 30 tahun yang lalu, rumahmu ini bak hutan, dan dia yang menanam semua buah-buahan yang kau makan dengan enaknya.
Coba kau lihat, itu matahari. Betapa banyak yang dia lakukan untuk kalian, apakah dia pernah merasakan pentingnya berhitung?
Tidakkah menjalankan fungsimu di dunia ini untuk mencapai ridha-Nya jauh lebih berharga daripada sekadar main matematika dengan sang Pencipta?
Sadar... Sadar.. Mawas diri... Katanya kau paham bahwa yang tidak memiliki tidak kehilangan? Bahwa ada itu tiada, dan begitupula sebaliknya?"
Saya tersindir. Sufisme mainan saya dari SD. Sebagai anak kecil, berbagai buku, mulai dari Khalil Gibran hingga Bukhari menemani hari-hari dan malam-malam kesepian saya. Saya tumbuh tidak dengan paham ingin memiliki, tapi penuh dengan retorika pertanyaan yang selalu saya jawab sendiri...
Teman bicara saya pun melayang pergi...
Dia tidak membuat hati saya lebih lega atau pikiran saya lebih kosong.
Malah saya merasa tertantang untuk menguji perasaan sendiri:
mampukah saya mengosongkan apa yang berisi ini, dan mengisi apa yang kosong, sehingga semuanya seimbang dan benar-benar null?
Mengutuki orang-orang tertentu yang bersikap seperti benalu.
Saya pikir "sebaik-baiknya" saya, tentulah ada batasnya.
Tak bisa saya dimanfaatkan bak sapi perah, apalagi kalau terus-terusan.
Rasa kesal dan marah karena dikecewakan dan disakiti itu kerap membuat saya sedih juga sakit kepala.
Pernah menangis penuh amarah, tapi saat kejadian itu teringat lagi, air mata rasanya sudah kering, yang ada hanya kebekuan.
Letih dengan diri sendiri, malam ini saya memanggil jiwa seseorang.
Dan seperti biasa, saat saya sedang butuh, dia akan datang...
"Ajarkan saya tentang ikhlas..." saya membuka percakapan.
Dia tersenyum.
"Ikhlas itu akumulasi tertinggi dari rasa iman, percaya pada Dia. Bahwa apapun yang dia berikan padamu, cobaan yang membuat senang ataupun sakit, semuanya tak lain tak bukan adalah yang terbaik untukmu... entah kau bisa melihatnya, atau tidak bisa melihatnya :)"
"Kepercayaan membabi buta tanpa logika?" saya mulai tertarik.
"Logika? Jelaskan logika. Akal pikiran manusia yang terbentuk berdasarkan persepsi yang konsisten? Yang direkayasa berdasarkan pengalaman masa lalu, dengan sebuah latar belakang sempit, tanpa pembuktian sebaliknya atau jumlah pembanding yang sepadan?"
Dia meneruskan kembali dengan bersemangat.
"Di dalam dirimu ada kompas.
Ada pula segumpal daging.
Daging yang baik itu, yang pada semua manusia dasarnya baik, sering menolak kompas nurani yang merupakan jalan paling gampang. Entah kenapa, bisa jadi karena kau turunan Adam Hawa yang keras kepala, manusia cenderung memberontak. Bila dibilang api panas, ia cenderung ingin membakar tangannya dulu baru percaya.
Kompas di dalam dirimu itu yang membuatmu mendatangkanku.
Sebab saat ini, kompasmu bilang kau sedang ada di jalur yang salah.
Kau merasa tidak bisa memaknai ikhlas..."
Saya menghela nafas.
"Betul. Tak salah sedikitpun. Saya tahu kita harus mencintai orang seperti saudara sendiri, bahkan sama seperti mencintai diri kita sendiri. Namun saya tak terima harus bekerja keras sementara dia tinggal menuai apa yang saya tabur..."
Dia tertawa kerasss sekali...
"Hahaha... Pohon yang kau makan buahnya itu, yang menanam adalah seorang kakek-kakek yang telah meninggal. Dia tak merasa gundah kau yang memakan buahnya. Kau baru tinggal di sini 10 tahun. 30 tahun yang lalu, rumahmu ini bak hutan, dan dia yang menanam semua buah-buahan yang kau makan dengan enaknya.
Coba kau lihat, itu matahari. Betapa banyak yang dia lakukan untuk kalian, apakah dia pernah merasakan pentingnya berhitung?
Tidakkah menjalankan fungsimu di dunia ini untuk mencapai ridha-Nya jauh lebih berharga daripada sekadar main matematika dengan sang Pencipta?
Sadar... Sadar.. Mawas diri... Katanya kau paham bahwa yang tidak memiliki tidak kehilangan? Bahwa ada itu tiada, dan begitupula sebaliknya?"
Saya tersindir. Sufisme mainan saya dari SD. Sebagai anak kecil, berbagai buku, mulai dari Khalil Gibran hingga Bukhari menemani hari-hari dan malam-malam kesepian saya. Saya tumbuh tidak dengan paham ingin memiliki, tapi penuh dengan retorika pertanyaan yang selalu saya jawab sendiri...
Teman bicara saya pun melayang pergi...
Dia tidak membuat hati saya lebih lega atau pikiran saya lebih kosong.
Malah saya merasa tertantang untuk menguji perasaan sendiri:
mampukah saya mengosongkan apa yang berisi ini, dan mengisi apa yang kosong, sehingga semuanya seimbang dan benar-benar null?
Subscribe to:
Posts (Atom)