Tuesday, September 04, 2012

Waktu Saya Masih Miskin


Sering sekali pasangan saya, Daniel mengeluh saat terjebak macet.
Biasanya saya cuek dan mendengarkan musik, tapi suatu waktu yang bilang padanya:
"Inget gak dulu waktu kita pacaran naik Metromini? Inget waktu dulu angkot di Bandung pada mogok gak mau jalan, terus kamu harus jalan kaki dari Kopo ke Buah Batu untuk siaran di radio sekaligus ketemu saya? Kalau dulu aja kita bisa happy saat gak punya apa-apa, kenapa harus ngeluh saat nyetir mobil ber-AC yang nyaman dan ada musik ini?".

Gampang banget kita lupa sama masa lalu. Yang kita rasakan saat ini, itu yang terpenting.
Tapi sayangnya, kita sering lupa mengambil hikmah dari rasa pahit, getir, asam, dan pedasnya hidup yang sekarang kita alami.
Yang kita inginkan hanya manis-manisnya saja. Itu pun belum tentu akan dibarengi rasa syukur.

Waktu saya masih miskin, duduk di kursi panjang dan minum teh botol berdua si dia rasanya nikmaaaat sekali.
Waktu saya masih miskin, saya berusaha mengenyangkan perut dengan 2 potong tahu isi agar uang jajan bisa diirit untuk dipakai beli buku di Gramedia (seringnya nongkrong doang sih, dan dibatukin satpam biar minggir! Ahahahaha...).
Waktu saya masih miskin, saya pernah berhari-hari tidak tidur agar pekerjaan saya cepat selesai dan saya bisa segera dibayar.
Waktu saya masih miskin, saya sering jajan makanan tapi gak beli minum kalau di cafe. Mahal! Begitu keluar dari cafe, baru minum aqua yang dibawa dari rumah.
Waktu saya masih miskin, saya menerima job semurah apapun, dari siapapun, selama masih sesuai dengan idealisme saya.

Waktu saya masih miskin, jujur, saya pernah mengambil kembali makanan yang saya buang, karena baru ingat tidak punya uang untuk makan malam :)

Dan sekarang, saya tidak miskin lagi. 
Setiap membayar taksi, saya selalu membelikan tip.
Setiap membeli barang, saya tidak repot-repot menawar. 
Setiap ada pengemis yang terlihat menyedihkan dan meminta uang, saya selalu berusaha memberi (urusan mereka kalau mau nipu seperti kata kebanyakan orang. Urusan saya adalah memiliki hati dan merasa kasihan).
Setiap ada yang berusaha mendapatkan rejeki dari saya, saya berusaha permudah bila memang itu jalannya. Seringnya saya memang bisa merasa kok kalau itu jalannya :)
-

Karena saya ingat bagaimana rasanya jadi miskin.Karena saya ingat bagaimana rasanya menghadapi esok tanpa kepastian.
Karena saya ingat bagaimana rasanya kelaparan.
Dan saya ingat betapa tidak enaknya bekerja dan tidak dihargai sepadan, sesuai kerja keras saya.

Dengan bekal ingat, saya sadar, uang saya bukan uang saya.
Banyak hak orang lain di sana.
Bukan cuma zakat, sedekah, tapi juga hak-hak manusia yang bersentuhan dengan hidup saya.
Supir, baby sitter, keluarga, yatim piatu, penjual makanan, pengemis, pengamen, preman cepek, tukang parkir, supir taksi, pedagang asongan, penjual sayur, supir angot, supir ojek, dan masih banyak lagi orang yang uangnya masih saya simpan.

Hasil kerja keras saya itu cuma titipan.
Titipan dari Tuhan untuk saudara-saudara saya yang juga bekerja keras untuk mengisi perutnya dan keluarganya yang lapar.
Berikan hak mereka.

Lain kali kalian berada di belokan dan mencibir preman cepek yang membantu memutar mobil, ingat, mereka kepanasan di bawah terik matahari untuk mendapatkan sebagian hak mereka yang Anda simpan.
Lain kali ada yang berusaha meminta uang dari Anda, lewat cara apapun, pikirkan; apakah ada hak dia yang Anda simpan, yang harus segera diberikan.

Sebab hidup cuma sementara. Kalau bukan sekarang membantu orang, membersihkan diri dan harta, mau kapan lagi? 
Kalau Anda merasa bahagia mencibir dan nyinyir terhadap orang-orang yang belum "selevel" dengan Anda, coba ingat-ingat lagi: enakkah rasanya tidak punya uang?

---
pic from http://al-barri.blogspot.com/

2 comments:

  1. wah...iseng2 buka blog nya mbak ketemu postingan ini. Sangat inspiratif mbak, terima kasih :)

    ReplyDelete