Thursday, March 22, 2012

Maha Ilmu

Sudah beberapa hari ini ada kabut di hati saya.
Rasanya sulit untuk tersenyum & benar-benar merasa bahagia.

Padahal selama beberapa minggu sebelumnya, dalam kondisi galau pun bahagia tetap bersama saya.

Namun, tanpa sebab jelas, beberapa hari ini saya merasa sedih tanpa ujung.

Sekitar 2 minggu yang lalu, Dia berbicara pada saya.
Kata-Nya "terima ilmu kesabaran-Ku".
Lalu saya pun bingung.

Kesabaran-Mu, Dear?
Sabar-Mu tiada tara, tanpa batas, tak kenal habis.
Aku? Disuruh belajar kesabaran-Mu?
Dan bertubi-tubi setelah itu saya dilanda hal-hal besar kecil yang membuat saya kehilangan sabar.
Entah lulus, entah tidak. Saya sih merasa jauuuuh dari kata sabar.
Namun saya akan giat mengingatkan diri untuk mempelajarinya.

Lalu tak habis di situ.
Setelah itu saya mengalami kejadian aneh.
Di satu acara, saya & teman bicara santai "Nanti sholat bareng ya?". Ia pun mengangguk. Teman ini lelaki, saya harap dia jadi imam saya.
Tak berapa lama dia ke kamar mandi.
Lama ia tak kembali. Saya lihat ke ruangan lain, dia sudah sholat sendiri.
Saya marah sekali. Hati saya serasa dibakar.
Sambil marah, saya juga bingung sekali. Kenapa saya harus merasa sangat marah? Ini kan urusan sepele.
Lalu ada yang bersuara "Gila ya! Udah berabad-abad, tetep aja dia suka betray & bikin gue ngerasa unworthy. Dari dulu, sampai sekarang. Masih ya tetep bikin gue ngerasa seperti itu!".

Saya pun bingung. Berabad-abad?
Saya akhirnya sholat sendiri. Dan Dia bilang "Belajarlah keikhlasan-Ku".

Saya tetap tak mengerti.
Saya letih. Malam itu saya pulang dengan kuyu, kecewa, dan bingung.

Sampai pagi tadi hati saya tetap gundah. Di mobil saya bermeditasi & berdoa.
Saya jujur akui semua rasa sedih, marah, khawatir, kecewa, dll. Semua rasa yang tak berasal dari Nur Illahi.
Saya lepaskan semua rasa itu.

Setelah itu saya tarik semua berkah-Nya. Kasih sayang-Nya, Pengampunan-Nya, Kebijaksanaan-Nya, Ilmu-Nya, lalu Kesabaran-Nya, Keikhlasan-Nya...
Lalu saya menangis. Pelan.
Bagaimana Allah sudah begitu ikhlas mencintai saya.
Saya yang kecil ini. Buih yang tak terlihat dari langit ini.
Satu mahluk yang dipenuhi ego, rasa takut, rasa khawatir.
Satu mahluk yang menggigil, amat takut tidak dicintai, dihargai, diterima, dianggap berharga.
Satu mahluk yang merasa ia begitu tak berarti.
Dan Dia, begitu ikhlas, mencintai saya.

Dalam semua kebusukan saya, kebodohan saya, kesombongan saya, kebebalan saya, Dia begitu ikhlas mencintai saya, mengajari saya, menerima saya.

Saya menangis terus hingga mobil sampai di kantor.
Dan blarrr... di kantor saya kembali diuji tentang ikhlas & sabar.
Beberapa anak kantor bergunjing di FB tentang management yang tentunya menunjuk ke hidung saya. :)

Mereka masih anak kecil. Saya tidak membenci mereka. Saya hanya kembali merasa begitu ciut. Saya takut.
Takut menjadi begitu tidak berharga lagi.
Takut tidak dicintai.
Takut tidak diinginkan.
Takut tidak diterima.
Saya sungguh takut.

Badan saya gemetar. Dada saya sesak. Saya bingung & pusing. Saya release. Saya bereskan semua kesimpangsiuran, all clear.

Namun saya tetap merasa sesak.
Tetap merasa takut.
Tetap merasa begitu tak berharga.
Saya release lagi.
Dan masih tersisa...
Dan masih takut...
Dan masih sesak nafas...

Dear, terasa sulit bagiku menerima ilmu-Mu yang serba Maha.
Namun aku akan berusaha.
Sebab dalam hidupku ini, Engkaulah satu tujuanku.
Dalam sedih & pedihku ini, dalam gemetar & sesakku detik ini, ada pelajaran berharga dari-Mu.
Dan aku akan selalu bersyukur, Kau mau mencintaiku.

Aku bukan bukan orang mulia, Dear. Bukan Bunda Theresa atau Dalai Lama. Bukan kemuliaan yang aku inginkan, tapi titik di mana aku total ikhlas mencintai-Mu tanpa prasangka, tanpa harap & hitung balas jasa.

Titik di mana Kau bisa berbangga padaku. Dan melihatku dengan bahagia :,)

Aku sedang sesak. Aku ikhlas karena-Mu :)

No comments:

Post a Comment