Thursday, September 20, 2012

My Confession


























































Saya tidak pernah merasa diri saya sebagai manusia yang baik.
Biasa-biasa saja.
Terkadang saya merasa kecewa pada diri saya sendiri.
Pada usia seperti sekarang, saya belum bisa memberikan banyak untuk orang-orang yang saya cintai. Dan belum pula memberikan manfaat bagi orang banyak.

Padahal, menurut penemuan saya akhir-akhir ini, itulah tujuan kenapa kita semua diciptakan.
Manusia, seringkali melakukan pengrusakan.
Dari awal kita lahir, kita hadir di dunia, kita sudah mengorbankan banyak mahluk lain untuk kepentingan kita.
Pohon-pohon yang harus ditebang agar kita bisa membangun rumah.
Hewan-hewan yang harus dibunuh agar kita bisa memberi makan diri kita.
Dan seringkali kita melakukan hal-hal tadi dengan berlebihan.
Bukannya "cukup", namun "melebihi dari yang sewajarnya", hanya untuk memenuhi nafsu kita semata.

Dan saya merasa bersalah untuk semua yang saya, kita, lakukan.
Manusia harusnya menjadi pemimpin di muka bumi ini.
Pemimpin tentu saja harus bijak dan adil, mampu membuat keputusan terbaik untuk semua yang dipimpin; mahluk yang ada di bumi ini.

Namun apa yang kita lakukan? Kita sikat habis semuanya untuk memuaskan nafsu pribadi kita!

Berawal dari keinginan memenuhi alasan penciptaan ini, saya berusaha berubah.
Bila Anda mengenal saya 10 tahun yang lalu, 5 tahun yang lalu, Anda bisa jadi tidak menyukai saya.
Saya agresif, impulsif, meledak-ledak, emosinal.
Saya pernah mendorong preman mabok yang mengatai saya Cina karena saya tidak mau memberi dia uang receh. Untung dia lagi mabok, kalau tidak, mungkin saya kena batunya :p
Saya pernah menendang bajaj karena supirnya meminta bayaran lebih dari seharusnya dan memaki saya saat saya menolak.
Waktu itu saya hampir membalikkan bajaj itu saking kesalnya.
Tapi sempat kepikiran kasihan nanti dia repot membalikkannya kembali. Akhirnya nggak jadi.

Pada suatu moment, saya bertemu seorang sahabat yang mengalami banyak masa sulit dalam hidupnya. Sampai dia menantang Tuhan berkelahi. Dan akhirnya setelah disiksa, ia mendapat pencerahan.
Orang ini, yang merupakan teman saya dari SMA, yang menyadarkan saya bahwa;

selama bertahun-tahun saya marah, sangat marah.
Dan kemarahan ini saya salurkan pada dunia.
Mengakibatkan saya menjadi seseorang yang keras, egois, picik, emosional, meledak-ledak, impulsif, terkadang licik, tanpa saya sedikit pun menyadarinya.

Penyebab saya sangat marah? Masa kecil yang penuh trauma.
Namun seiring dewasa, saya tak pernah menyadari masa kecil saya itu masih menghantui saya, bahkan mempengaruhi saya menjadi pribadi yang seperti ini.

Saat saya menyadari itu, saya belajar perlahan-lahan untuk mencari diri saya yang sebenarnya.
Siapa sih Azza Waslati itu?

Melalui perjalanan yang cukup berliku, tampaknya sedikit demi sedikit saya mulai mengenal diri saya sendiri.
Saya adalah jiwa yang saat ini sedang berada di tubuh manusia.
Fisik saya, kulit saya, mata saya, mulut saya, dan lain-lainnya, bukanlah saya yang sebenarnya.

Saya adalah hasil kreasi Tuhan saya, yang sangat mencintai saya.
Dia mempercayakan saya turun ke dunia ini untuk sebuah misi: perpanjangan tangan-Nya.
Membuat dunia menjadi lebih baik.
Membuktikan setan tidak benar.
Bahwa ada banyak manusia yang mau hidup baik, penuh kemuliaan seperti Sang Pencipta-nya.

Ada cahaya Tuhan dalam diri saya. Dan Anda.

Semenjak itu saya punya misi; ingin menjadi lebih baik dan fokus pada tugas Tuhan yang ia percayakan pada saya.
Namun saya pun berusaha menyeimbangkan semua yang saya alami di dunia ini;
menjadi ciptaan-Nya yang baik namun dengan ikhlas.
Tanpa rasa terpaksa, tanpa rasa takut yang memperbudak, dengan jujur dan ikhlas menerima dan menjalani semua keputusan-Nya.

:) Itu sulit sekali. Sangat sulit sekali. Dan sampai detik ini pun saya masih dalam proses belajar.
Saya sempat berpuasa 40 hari dengan niat: "ingin mencintai Tuhan dengan seikhlas-ikhlasnya. Agar hidup dapat saya jalani dengan jujur dan tulus, melakukan semua yang Ia pinta dari saya, dan saya melakukannya tanpa rasa terpaksa."

Ajarkan aku agar ikhlas dan jujur dalam mencintai-Mu, God. Begitulah keinginan saya.
Dan selama puasa 40 hari itu, saya tidak menjadi lebih baik, malah meledak-ledak.
Setiap hari saya kecewa pada diri sendiri, karena saya sadari saya malah tak terkontrol.
Meski setelah selesai 40 hari itu, saya merasakan perbedaan besar.

Saya lebih jujur pada diri saya. Jujur sekali.
Saat saya marah, saya akan mengeluarkan emosi itu. Yang dulu kerap saya pendam karena saya belajar menjadi lebih baik. Namun emosi terpendam bisa membuat kita sakit, mental dan fisik.

Yang terjadi adalah: saya marah, namun saya menyadarinya. Dan saya bisa memilih untuk tidak bereaksi atas amarah itu. Bahkan, saya berusaha mengisinya dengan cinta dan pengertian.
Saya berusaha melihat dengan mata Tuhan yang begitu penuh kasih sayang.
Dan itu berhasil. Saya, tampaknya, menjadi sedikit lebih sabar. Sedikit lebih memiliki cinta.
Sedikit lebih memiliki pengertian terhadap orang lain.

Capture dari BBM saya dengan 2 sahabat yang saya cintai di atas tadi, bukanlah usaha saya untuk menyombongkan diri. Semoga tidak ya. Sejujurnya, saya takut kalau dipuji. Sebaiknya jangan puji saya, sebab saya takut saya akan sombong, berbangga diri, dan kembali termakan ego sendiri.

Saya masukkan capture itu untuk bercerita: kemarin, 2 kali saya terharu sampai berkaca-kaca dan hampir menangis, hal yang pantang saya lakukan.
Saya merasa Tuhan teramat mencintai saya. Ia memberikan sedikit motivasi agar saya kuat menjalani hidup.

Jujur, beberapa hari terakhir saya merasa hidup kok gini-gini banget ya.
Saya juga merasa memiliki beban berat menjalankan sebuah project besar. Urusan ekonomi pun sedang membuat saya harus memilih antara mengikat diri saya demi mencari uang dan tidak punya waktu fleksible untuk hal-hal yang saya suaki, atau bebas mengatur waktu dengan keluarga dan hal yang saya cintai: kegiatan sosial namun belum tau dapat uangnya dari mana.

Saya juga tidak yakin keberadaan saya di dunia ini ada gunanya. Saya merasa gagal sebagai seorang manusia dan hamba Tuhan.

Dan kata-kata sahabat saya kemarin, yang saya capture itu; Astrid dan Fanny, seakan mengobati hati saya yang sedang sedih.
Mereka seakan mengatakan, "Kamu berarti kok buat dunia ini. Kamu membuat kami melihat dunia dengan lebih baik."

Saya merasa mereka menyampaikan pesan Tuhan untuk saya.
Karena tiap hari saya kerap menyesali diri sendiri yang penuh ego, nafsu, keras, bodoh, dan tak bermanfaat. Punishing myself was a lesson I learned from my mom. She raised me to be the best, to be strong, to be everything she believed I could be.
With her love, she curses me. And I believe in her.

Jadi, ini pengakuan saya.
Bila Anda mengenal saya dari dulu dan pernah sakit hati karena kebodohan saya; saya minta maaf.
Bila Anda mengenal saya baru-baru saja dan memandang saya baik, positif, dan hal-hal menyenangkan lainnya, harap ingat: itu bukan saya. Itu Tuhan saya. Saya hanya kepanjangan tangan-Nya.

Being kind has nothing to do with being holy, it's everything to do with being human.
Setulus hati saya ingin menyampaikan, kita semua indah dan mulia, karena Dia telah mempercayai kita untuk ada di bumi ini.

Dan Dia tiupkan sebagian ruh-Nya, yang ada di dalam diri kita semua.
Harusnya itu cukup untuk merangkum semua rasa dan emosi yang pagi ini saya rasakan.

All the love in the world, I'm sending it to you, my dear friend and the Universe.
May all creatures be happy, at peace, joy, and complete in their tasks given by our beloved Creator.
You are loved. You are blessed. You are protected. You are perfect. You are worthy.

Ho'oponopono.

Azza Waslati,
Cibubur Country, Bogor, 02.12 am.

No comments:

Post a Comment